Author Archives: yudhoterial

Pola Asuh Buruk Bisa Picu Skizofren

 

Buruknya pola asuh orang tua dapat menyebabkan anak rentan mengalami stres  saat menginjak dewasa.  Stres yang berkepanjangan dapat membuat mereka berisiko gangguan jiwa seperti skizofrenia.

Anak yang terbiasa dimanja misalnya, akan terus bergantung pada kedua orangtuanya hingga dewasa. Anak dengan pola asuh dimanja tidak terbiasa hidup mandiri. Kondisi ini tentu menyulitkan ketika anak sudah beranjak dewasa.

“Anak dengan pola asuh seperti ini besar kemungkinan mudah menderita stres. Stres yang terus terjadi bukan tidak mungkin menimbulkan berbagai halusinasi dan menyebabkan skizofrenia,” kata psikiater dari UGM dr. Mahar Agusno Sp.KJ (K).

Pola asuh yang memanjakan, kata Mahar, tidak memberikan anak kesempatan belajar tanggung jawab. Padahal, seiring bertambahnya usia tanggung jawab anak semakin bertambah. Perlahan anak akan bertanggung jawab atas diri sendiri dan lingkungannya. Bila tidak terbiasa bertanggung jawab sejak dini, hal tersebut akan menimbulkan tekanan.

“Anak harus berlajar tanggung jawab sejak dini, minimal pada apa yang dilakukannya. Tentunya beban tanggung jawab harus dipikul seiring usia,” kata Mahar.

Pola asuh, kata Mahar, juga mengajarkan bagaimana anak berkomunikasi. Pola asuh yang baik akan memudahkan anak mengkomunikasikan apa yang ada di hati dan pikirannya. Pendapat anak kemudian didengarkan dan mendapat feed back dari keluarganya. Kondisi ini bisa terjadi bila anak tidak merasa tertekan dengan pola pengasuhan dari kedua orangtuanya.

Hal yang sama terjadi bila anak hendak meminta sesuatu. Anak bisa mengkomunikasikan apa yang diinginkan dengan jelas dan tegas kepada orangtua. Bila tidak dituruti, anak tidak mengeluarkan reaksi berlebihan dan mau mendengarkan alasan orangtua.

“Anak dengan pola asuh baik tidak tantrum bila keinginannya belum terpenuhi. Sebaliknya anak yang dengan tantrum keinginannya bisa terpenuhi, akan melakukan hal yang sama berulang kali. Ketika tantrum ada emosi yang tidak terkatakan, hal inilah yang kemungkinan memunculkan ilusi,” kata Mahar.

Pola asuh yang tidak imbang antara ayah dan ibu, juga memperbesar kemungkinan anak menderita skizofrenia. Kondisi terlalu dekat atau terlalu jauh dengan salah satu, akan menghasilkan anak dengan kapasitas adaptasi yang buruk. Akibatnya anak mudah tertekan dan memicu ketidakseimbangan dopamin, yang merupakan penyebab terjadinya skizofrenia. Pola asuh yang buruk, jelas Mahar, akan menghasilkan kepercayaan diri yang rendah. Akibatnya, ketika dewasa anak lebih suka masuk ke dunia khayalan dibanding menghadapi masalah yang membebaninya.

“Sedapat mungkin jadilah orangtua yang baik. Ajak anak berkomunikasi, dengar pendapatnya, dan jelaskan dengan baik kenapa dia boleh atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini akan membantunya beradapatasi ketika dewasa dan terhindar dari skizofrenia,” kata Mahar.

http://health.kompas.com/read/2013/09/18/1646234/Pola.Asuh.Buruk.Bisa.Picu.Skizofrenia.

Rutin Olahraga Bantu Anak Belajar dan Mengingat

 

Kesehatan fisik dan mental memang tak bisa dipisahkan. Fisik yang sehat akan menjaga kualitas mental selalu dalam kondisi baik. Sebaliknya, fisik yang sakit dapat menurunkan kualitas mental seseorang.

Hal sama juga terjadi pada peningkatan fungsi kognitif pada anak. Aktivitas fisik yang rutin seperti olahraga dapat memberi efek positif pada kemampuan otak dan fungsi kognitif anak. Dalam penelitian yang dilakukan, anak berusia 9-10 tahun yang rutin berolahraga memiliki kemajuan memori yang signifikan.

“Memori merupakan kemampuan yang melibatkan berbagai proses. Memori merefleksikan keuntungan yang  dapat diambil seseorang dari pengalaman sebelumnya, termasuk sistem yang bersifat prosedural, khusus, dan episodik,” periset dari University Illinois dalam tim Urbana-Champaign.

Riset ini dipimpin kinesiologis Dr. Charles Hillman, yang melibatkan 49 siswa sekolah dasar. Para siswa diminta mengingat peta dalam ipad yang berisikan negara-negara fiktif.

Siswa diberi 2 cara untuk mempelajari peta. Satu cara adalah dengan mempelajarinya secara sederhana. Sementara metode lain adalah dengan belajar diselingi kuis untuk memperkuat apa yang dipelajari. Kedua kelompok kemudian kembali ke fasilitas penelitian esoknya dan diminta mengingat apa yang dipelajari.

Mencoba mengingat sesuatu tanpa tes tampaknya lebih sulit. Namun aspek inilah yang diperbaiki lewat latihan olahraga yang bersifat aerobik. Anak dengan level latihan yang tinggi mencatat nilai 20 persen lebih tinggi pada kelompok yang hanya belajar. Sedangkan anak yang belajar dan kuis di hari yang sama memiliki level memori yang tidak berbeda.

Kendati manfaat olahraga sudah dirasakan, namun para ilmuwan masih meragukannya. Hal ini dikarenakan belum ada aspek detail yang mengungkap manfaat olahraga dalam meningkatkan kemampuan otak. Padahal, pada lansia kebugaran fisik jugalah yang mempertahankan ingatan mereka.

Bagaimanapun, kata peneliti, aspek yang sudah diteliti sangat terbatas. Aspek inilah yang kemudian bisa dimodifikasi dengan latihan fisik, untuk memperbaiki kemampuan kognitif anak.

Dalam riset ini, menurut peneliti, sedikitnya ada 2 hal yang terlibat yaitu strategi pembelajaran dan olahraga. Peneliti mengatakan, mungkin saja ada siswa yang memang butuh penambahan waktu belajar.

Peneliti berharap riset mendatang bisa lebih fokus pada bagaimana olahraga mempengaruhi saraf saat anak belajar.

http://health.kompas.com/read/2013/09/17/0815473/Rutin.Olahraga.Bantu.Anak.Belajar.dan.Mengingat